JAKARTA - PT Kaltim Prima Coal (KPC) menghadirkan kontribusi nyata bagi kebutuhan listrik di Kutai Timur melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Bara. Proyek ini tidak hanya memperkuat pasokan energi bagi operasional perusahaan, tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi masyarakat Sangatta, membuka peluang ekonomi, pendidikan, dan kehidupan yang lebih nyaman.
Pembangunan PLTU Tanjung Bara dimulai pada Oktober 2011. Fasilitas ini memiliki kapasitas total sebesar 3×18 megawatt (MW), atau 54?MW, dengan total investasi mencapai USD 150 juta. Sebelumnya, KPC telah mengoperasikan PLTU berkapasitas 2×5?MW, yang menjadi fondasi awal elektrifikasi di wilayah operasional mereka. Langkah ini menegaskan peran sektor industri sebagai mitra penting pembangunan infrastruktur energi nasional.
PLTU Tanjung Bara mulai beroperasi penuh pada Desember 2017. Tiga bulan kemudian, pada 8 Maret 2018, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, meresmikan fasilitas excess power yang disalurkan ke PLN. “Excess power sebesar 18 MW dari PLTU ini langsung disalurkan ke PLN. Listrik ini mampu melistriki lebih dari 25.500 kepala keluarga di Sangatta,” ujar Jonan.
- Baca Juga Harga BBM Terbaru Berlaku Seluruh SPBU
Dari kapasitas total 54?MW, sebanyak 30?MW digunakan sebagai captive power untuk kebutuhan operasional KPC sendiri. Sisanya, 34?MW merupakan excess power, dengan 18?MW telah dikontrakkan kepada PLN. Skema ini memastikan pasokan listrik tidak hanya memenuhi kebutuhan industri, tetapi juga memberi kontribusi nyata bagi masyarakat sekitar.
Proyek PLTU ini juga menjadi bagian dari program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Penyaluran listrik ke masyarakat dilakukan dengan tarif lebih terjangkau, membantu meringankan beban PLN dalam distribusi energi, sekaligus mempercepat peningkatan rasio elektrifikasi di Kutai Timur. Kehadiran PLTU memungkinkan warga menikmati layanan listrik yang stabil dan lebih murah, memberikan dampak positif langsung terhadap kesejahteraan mereka.
“Skema ini sejalan dengan arahan Presiden, bahwa perusahaan tambang bisa menyumbang hingga 30 persen daya mereka kepada masyarakat,” jelas perwakilan KPC dalam sebuah wawancara. Pernyataan ini menegaskan bahwa keberadaan PLTU tidak hanya untuk kepentingan industri, tetapi juga sebagai sarana berbagi manfaat energi dengan masyarakat lokal.
Selain menyediakan listrik, proyek ini membuka peluang ekonomi bagi warga setempat. Listrik yang stabil memungkinkan usaha kecil berkembang, sekolah dapat meningkatkan fasilitas pendidikan, dan rumah tangga menikmati kualitas hidup lebih baik. PLTU Tanjung Bara, dengan kapasitas excess power yang dikontrakkan ke PLN, menunjukkan bagaimana energi industri dapat dikonversi menjadi manfaat sosial secara langsung.
Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, proyek ini menampilkan sisi kolaboratif penting antara sektor industri dan pemerintah. Energi fosil sering mendapat kritik karena dampaknya terhadap lingkungan, namun proyek PLTU Tanjung Bara membuktikan bahwa dengan pengelolaan yang tepat, manfaat ekonomi dan sosial dapat dirasakan secara nyata tanpa menunda upaya transisi energi.
Keberadaan PLTU ini juga mempercepat rasio elektrifikasi Kutai Timur. Sebelum proyek ini, banyak wilayah masih mengandalkan pasokan listrik terbatas, yang menghambat aktivitas rumah tangga, pendidikan, dan bisnis lokal. Dengan excess power dari PLTU Tanjung Bara, pasokan listrik lebih stabil dan andal, memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berkembang lebih baik.
Secara teknis, PLTU Tanjung Bara dirancang dengan kapasitas optimal untuk mendukung kebutuhan industri sekaligus surplus untuk masyarakat. Struktur investasi senilai USD 150 juta tidak hanya memastikan kelayakan ekonomi proyek, tetapi juga menjamin keberlanjutan operasional jangka panjang. Langkah ini menegaskan peran KPC sebagai mitra pembangunan infrastruktur energi nasional yang handal.
Masyarakat lokal merasakan dampak langsung dari proyek ini. Pasokan listrik yang lebih handal dan harga terjangkau menurunkan biaya hidup, memperluas akses pendidikan, dan meningkatkan produktivitas ekonomi lokal. Dengan demikian, PLTU Tanjung Bara bukan hanya fasilitas industri, tetapi juga sarana pembangunan sosial yang nyata.
Proyek ini menjadi contoh bagaimana sektor industri dapat berperan aktif dalam pembangunan energi nasional. Dengan membagikan sebagian kapasitas listriknya ke PLN dan masyarakat, KPC menunjukkan bahwa perusahaan tambang dapat menjadi motor penggerak percepatan elektrifikasi wilayah operasional, sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.
Keberhasilan PLTU Tanjung Bara menegaskan bahwa energi industri dapat diarahkan untuk kebaikan sosial. Kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta memastikan listrik tersedia secara merata, mengurangi ketimpangan energi, dan mendorong pembangunan yang lebih inklusif.